Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.

Menandai Strategi Perubahan Politik Dalam Ide Feminisme

Sabtu, 8 Maret 2025 11:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
A.W. Al-faiz
Iklan

Feminisme sebagai gerakan sosial-politik telah mengalami transformasi signifikan sejak kemunculannya.

Merayakan Uban, Simon de Beauvoir

Merayakan rindu dengan melihat ubanmu
Dan, aku tak seberuntung, mereka
Yang membelamu dalam khidmat feminisme
Engkau, tahu aku sulit melapalkan nama Prancismu
Mungkin, sebagian wanita Indonesia adalah dirimu -
Senyum lebar dan bibirmu tipis
- Berkata, "Di negara paling komunis pun perempuan adalah perempuan" -
Dan aku merasa takluk, kau menuding setiap lelaki
mengambil alih kendali dari tubuh feminisme -
"Apakah aku harus pergi kepada berhala kesewenangan"
Sementara, kelahiranku di rahim penangguhan :
Seorang ayah yang pengecut -
Dan dikelilingi wanita geriya;
Salju turun di tengah akalku
Dan - semenatara kemarau bersikukuh - untuk gersang di dalam pilu hati.
Mungkin egosime,
Merupakan nalar yang sebenarnya dari patriaki.
Sebab itu, aku hanya jadi seorang penonton
Dari, Panggung keadilan dan feminisme.
 
06/Maret/2025.
Kota, Kekuasaan Laki-laki.
 
 


Puisi "Merayakan Uban, Simon de Beauvoir" yang saya sajikan merangkum dengan indah perjuangan pemikiran feminis dalam konteks budaya yang berbeda. Simone de Beauvoir, sebagai salah satu pioner feminisme modern, memang menjadi tonggak penting dalam evolusi gerakan ini.

Feminisme sebagai gerakan sosial-politik telah mengalami transformasi signifikan sejak kemunculannya. Dari perjuangan hak pilih pada gelombang pertama hingga eksplorasi identitas pada era kontemporer, strategi politik feminisme terus beradaptasi. Salah satu perubahan fundamental adalah penggeseran dari pendekatan yang melihat perempuan sebagai kategori universal menjadi pengakuan atas keberagaman pengalaman perempuan berdasarkan ras, kelas, dan geografi.

Pemikiran de Beauvoir bahwa "seseorang tidak dilahirkan, tetapi menjadi perempuan" membuka ruang diskusi tentang konstruksi sosial gender. Hal ini menandai strategi politik yang melihat perubahan bukan hanya pada level kebijakan, tetapi juga pada struktur budaya yang lebih dalam. Pembongkaran narasi "kodrat" membuka jalan bagi partisipasi perempuan di ruang-ruang yang sebelumnya eksklusif untuk laki-laki.

Strategi politik feminisme kontemporer bergerak melampaui dikotomi publik-privat. Slogan "personal is political" menggarisbawahi bagaimana relasi kuasa terjadi tidak hanya di lembaga-lembaga formal, tetapi juga dalam hubungan interpersonal sehari-hari. Ini memperlihatkan bahwa perubahan politik harus menyentuh aspek kehidupan yang sebelumnya dianggap "alamiah" atau "pribadi", seperti pembagian kerja domestik dan otonomi tubuh.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, strategi feminisme mengalami kontekstualisasi yang menarik. Seperti tersirat dalam puisi ini, feminisme di Indonesia berhadapan dengan tantangan unik—interaksi antara nilai-nilai lokal, agama, dan modernitas. Strategi politik feminisme Indonesia tidak semata-mata mengadopsi model Barat, tetapi melakukan negosiasi dengan realitas lokal.

Aliansi politik menjadi strategi kunci dalam pergerakan feminisme kontemporer. Menyadari bahwa patriarki berkaitan erat dengan sistem opresi lainnya seperti kapitalisme, rasisme, dan kolonialisme, feminisme membentuk solidaritas dengan gerakan-gerakan keadilan sosial lainnya. Pendekatan interseksional ini memperluas cakupan perubahan politik yang dibayangkan.

Namun, tantangan tetap ada. Seperti dilukiskan dalam puisi ini, egoisme yang berakar dalam nalar patriarki terus menghadirkan resistensi. Meskipun demikian, kesadaran kritis yang semakin luas menjanjikan perubahan berkelanjutan. Dari "penonton panggung keadilan dan feminisme", semakin banyak yang bergeser menjadi partisipan aktif perubahan.

Strategi politik feminisme akhirnya bukan sekadar tentang memperjuangkan kesetaraan formal, tetapi mentransformasi cara kita memahami dan mengorganisir masyarakat secara fundamental. Ini adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan keterlibatan semua pihak—termasuk laki-laki—dalam membayangkan dan menciptakan dunia yang lebih adil.

-------------------------------------------------------

*A.W. Al-faiz, Lahir, di Tanjung Karang, 07 April 1984, Sekolah dan nyantri di Pesantren La-Tansa Mashiro, Cipanas, Lebak, Banten, Pada Tahun 2002 Berkuliah Di UIN Syarif Hidayatullah, di Jurusan Sejarah Peradaban Islam, dengan, mengajukan tugas akhir - Sejarah Ummat Islam 1984. Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis puisi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
AW. Al-faiz

Penulis Indonesiana

5 Pengikut

img-content

Gigi

Sabtu, 26 April 2025 07:43 WIB
img-content

Surat

Kamis, 24 April 2025 20:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua